12.2.15

It's Not Easy, But It's Always Worth It

Waktu hamil, saya pede banget bisa melahirkan normal. Tapi saya nggak pede bisa menyusui. Nggak tau kenapa. Mungkin karena sering dengar cerita Mama yang melahirkan saya dengan lancar, tapi cuma bisa menyusui saya sampai umur tiga bulan. Jadi, mungkin, yang ada di alam bawah sadar saya adalah: melahirkan itu gampang, menyusui itu susah.

Saya tetap rajin sih makan daun katuk, massage payudara, dan nonton video menyusui di YouTube sejak hamil. Tapi saya nggak beli breastump. Soalnya, harga breastpump kan nggak murah, sayang dong kalau sudah terlanjur beli breastpump tapi ASI saya nggak keluar. Perlengkapan menyusui lain seperti baju menyusui, bra menyusui, botol, dll pun cuma beli seadanya karena alasan yang sama.  

 ...lalu saya kena tulah.

Tau kan, teori The Secret yang bilang, "When you want something, all the universe conspires in helping you to achieve it"? Nah, ternyata teori itu juga berlaku kebalikannya. It's all in the mindset. Proses saya melahirkan (alhamdulillah) lancar, tapi perjalanan saya menyusui justru panjaaang dan berliku.

Rais baru lahir
Seperti yang sudah saya ceritakan di sini, proses IMD nggak terlalu berhasil. Rais sempat ditaruh di atas dada saya selama beberapa menit, tapi belum sampai ke puting, soalnya dia harus segera diambil untuk diobservasi.

Malamnya, Rais dibawa ke kamar untuk rooming in. Saya mulai mencoba menyusui dia. Hmmm ASI saya kok belum keluar ya...

Tapi saya masih santai. Soalnya, Rais tidur pulas semalaman. Obgyn saya (dr. Yena M Yuzar) dan dokter anaknya Rais (dr. Frecilia Regina) yang visite ke kamar pun bilang, kalau sekarang belum keluar, mungkin ASI saya baru keluar besok. Saya pun ikut tidur pulas.

Rais satu hari
Here comes trouble! Rais sudah melek. Dan haus. 

Saya mencoba menyusui dia lagi. Ternyata, menyusui itu... susah. Percayalah, bayi yang disusui sambil anteng dan menatap ibunya dengan mesra itu cuma ada di iklan TV! Rais disusui sambil nangis jerit-jerit, tangannya mukul-mukul, kakinya nendang-nendang, sarung tangan dan kaos kakinya copot semua. -___-

ASI saya masih belum keluar juga. Sudah nggak terhitung berapa kali dokter dan suster visite ke kamar, massage payudara saya, tapi nggak ada hasilnya.
Malam itu saya (plus Agam dan Mama yang menginap di RS) habiskan dengan bergadang karena Rais nangis semalaman.

Rais dua hari
Hari ini jadwal saya pulang. Tapi manaaa ini ASI saya kok masih belum keluar juga. 

Menurut teori, newborn bisa bertahan 3x24 jam tanpa asupan apapun. Tapi ibu mana sih yang tega dengar anak nangis terus? Apalagi Rais kalau nangis heboh banget. Digendong, ditimang-timang, tetap nangis. Mulutnya mengecap-ngecap. Jelas dia haus.

Kami mulai kehabisan energi. Akhirnya, Mama ambil keputusan, "Kasih sufor aja."

Suster RSIA Limijati yang terkenal pro ASI berkali-kali minta konfirmasi. Saya diminta menandatangani surat pernyataan. Akhirnya Rais dikasih sufor 15 ml. Habis itu dia (akhirnya) tidur pulas. Di sudut bibirnya ada sisa-sisa sufor.

Saya langsung kena serangan baby blues pertama. Diam-diam saya nangis di kamar mandi. Ibu macam apa saya ini nggak bisa ngasih ASI buat anaknya yang haus?

Malamnya, sebelum pulang ke rumah, kami mampir ke supermarket dulu beli sekaleng sufor buat jaga-jaga.

Rais empat hari
ASI saya masih belum keluar juga! Jadi, selama dua hari Rais di rumah, dia cuma minum sufor.

Padahal saya sudah makan daun katuk, bayam, pepaya, susu kedelai, you name it. Sudah minum obat pelancar ASI yang diresepkan dokter juga. Sudah manggil paraji buat massage payudara juga.

Tapi, pagi ini ada yang beda. Saya terbangun dengan kondisi badan meriang, dan payudara sakiiit banget kayak mau meledak. 

Akhirnya saya bawa Rais konsultasi ke dr. Frecil lagi. Dia bilang, itu tandanya ASI saya sudah mau keluar. Dia lantas memelintir payudara saya, dan... keluar! Alhamdulillah! Senang banget rasanya lihat cairan putih kental itu! Akhirnya saya bisa ngasih ASI untuk Rais! *buang kaleng sufor*

Rais dua minggu
Problem solved? Tunggu dulu...

Menurut teori, newborn menyusu setiap dua-tiga jam sekali. Nah, Rais bisa nangis minta disusui setiap jam. Sekalinya menyusu paling cuma lima menit. Terus nggak mau lagi. Terus sejam kemudian nangis minta disusui lagi. Ulangi siklus ini seharian. Di sela-sela siklus ini saya biasanya ikut nangis karena kombinasi baby blues, sakit bekas jahitan, capek, dan ngantuk. *oles concealer di mata panda*

Tapi, saya lebih concern soal berat badan Rais yang nggak balik-balik. Teorinya, berat badan newborn memang akan menyusut setelah lahir, tapi akan balik lagi ke berat badan lahir setelah dua minggu.

Nah, Rais lahir dengan berat 3,76 kg (yes, my baby is big). Pulang dari rumah sakit beratnya 3,5 kg. Tapi setelah dua minggu beratnya stuck di angka 3,5 kg.

Akhirnya saya bawa Rais ke dr. Frecil lagi, sekalian imunisasi. Menurut dr. Frecil, masalahnya adalah, produksi ASI saya sedikit dan latch on Rais nggak pas. Karena ASI saya sedikit, Rais jadi 'malas' latch on. Karena latch onnnya nggak pas, payudara kurang mendapat rangsangan buat memproduksi ASI, jadi ASI yang keluar sedikit. Karena ASI yang keluar sedikit, Rais jadi 'malas' latch on. Begitulah seperti lingkaran setan.

Akhirnya dr. Frecil mengajari saya pakai semacam sedotan setiap menyusui. Caranya, ujung sedotan yang satu ditempel pake plester di dekat puting, ujung sedotan yang satu lagi dicelupkan di botol sufor. Dengan begitu, sekali sedot, Rais dapat ASI sekaligus sufor, dia jadi semangat latch on dan merangsang payudara buat memproduksi ASI yang lebih banyak lagi. 

Cara ini terbukti berhasil. Rais mulai latch on dengan pas. Pelan-pelan, berat badan Rais merangkak naik. *buang sufor untuk selamanya*

***

Sekarang Rais sudah hampir enam bulan. ASI saya tetap nggak banyak walaupun saya sudah berusaha makan sayur dan buah setiap hari, minum air putih yang banyak, dan mengonsumsi segala macam ASI booster. Jumlah ASIP di freezer nggak pernah lebih dari 20 botol. Makanya saya nggak pernah posting foto freezer penuh ASIP seperti ibu-ibu lain. Waktu balik dari Bandung ke Jakarta, ASIP saya cuma dua cooler bag Gabag ukuran sedang.

Tapi yang penting Rais hampir lulus S1 ASI eksklusif, berat badannya selalu naik bahkan hampir menyentuh batas atas berat badan normal. Daya tahan tubuhnya bagus dan nggak pernah sakit. Yay! 

Untungnya, jam dan lokasi kerja saya sangat fleksibel. Jadi kalau stok ASIP menipis, saya bisa kerja di apartemen dan bisa menyusui Rais langsung. 

Tujuan saya menulis ini, selain sebagai reminder untuk diri sendiri akan masa-masa sulit itu, juga untuk sharing dengan busui lain. Bahwa perjuangan setiap ibu untuk menyusui bayinya itu beda-beda. Ada yang sebelum melahirkan dan nggak usah mengonsumsi ASI booster pun ASI-nya sudah menetes-netes saking kepenuhan. Tapi ada juga yang kayak saya. Just hang on there. :')

Dear mothers who have a hard time breastfeeding, hang on there. Breastfeeding is not easy, but it's always worth it. 

No comments:

Post a Comment